Pantai Prigi
Pantai Prigi terletak 45 km ke arah Tenggara kota Trenggalek, Jawa Timur. Keindahan sebagai tempat wisata sekaligus pelabuhan ikan yang masih aktif menjadikan pantai itu terasa berbeda.
Bagaimana tidak disaat menikmati deburan ombak, kita bisa menyaksikan nelayan yang hilir mudik dengan berbagai kesibukannya. Apalagi jika tidak bertepatan dengan bulan purnama, pengunjung dapat mendapatkan sajian menarik sekaligus merasakan langsung asyiknya menari jaring ikan bersama-sama dengan nelayan.
Menjelang sore, geliat kehidupan pantai ini memang terasa. Kawasan pantai menjadi ramai oleh pedagang maupun tengkulak ikan yang berdatangan. Para nelayanpun terus bekerja keras menarik jaring yang ditebar semalam dengan segala hasil ikan laut yang diperolehnya.
Sudah menjadi kebiasaan jika bulan purnama tiba, semua nelayan lebih banyak melakukan aktivitas di darat, satu diantaranya adalah metani (memperbaiki-red) jaring. DIsaat seperti itu hampir sepanjang pantai yang biasanya penuh ikan yang dijemur, berubah menjadi areal parkir jaring nelayan.
Meski di darat ada perubahan jadwal kegiatan nelayan, keindahan pantai prigi spertinya tidak ingin ikut berubah. Deburan ombak yang tenang di kala siang, berubah menjadi tak begitu ramah disaat malam, khas kawasan pantai laut Selatan. Disepanjang pantai yang luasnya mencapai kurang lebih tujuh hektar itu pengunjung bisa menyusuri pasir, sebelum akhirnya sampai di tempat pelelangan yang merupakan pendaratan ikan terbesar di Pantai Selatan setelah Cilacap.
Tak cuma komunitas nelayan yang bisa diakrabi di pantai Prigi. di tempat ini hidup pula mitos Ratu Pantai Selatan (Nyi Loro Kidul), sehingga pengunjung disarankan untuk tidak mengnakan pakaian berwarna tertentu saat berada disana. Kemudian ada pula legenda bercampur mitos yang terkait dengan keberadaan tempat ini.
Alkisah ketika rezeki tertumpa, saat itu pula rasa syukur seharusnya dipanjatkan kepada sang pemberkah. Keyakinan itulah yang membuat nelayan di pantai Prigi, Kecamatan Watulimo, Kabupaten trenggalek, Jawa Timur (Jatim) melestarikan upacara tradisional yang disebut Larung Sembonyo.
Upacara adat ini harus digelar pada bulan besar atau Selo dan minggu kliwon dalam penanggalan jawa. selain ungkapan syukur pada Tuhan, acara ini juga sekaligus sebagai peringatan pernikahan Raden Tumenggung Yudha Ne gara, seorang kepala prajurit kerajaan Mataram, dengan putri Gambar Inten, salah satu putri Adipati Andong Biru.
Tumenggung Yudha Negara adalah tokoh yang berhasil membuka wilayah Prigi. Tumenggung yang benama asli Raden Kramadipa itu adalah kepala prajurit yang ditugaskan Raja Mataram untuk memperluas wilayahnya di pesisir Selatan Jawa. Lahan yang harus di buka Teluk Pacitan hingga Banyuwangi.
Ketika itu salah satu syarat keberhasilan Yudha Negara adalah bila ia mau menikahi putri Gambar Inten. Singkat cerita, Andong Biru sangat berbahagia ketika Yudha Negara bersedia menikah denagn Gambar Inten. PEsta perkawinan digelar pada hari senin kliwon di bulan besar. Untuk kepentingan pariwisata, haris enin diganti minggu, sedangkan kliwonnya tetap.
Melalui pesta pernikahan itulah Yudha Negara secara resmi menamai tempat tersebut Prigi. Kemudian hari pernikahan diminta diperingati setiap tahun dengan upacara sedekah laut bernama Sembonyo, dengan dimeriahkan langen tayub.
Puncak upacara tradisional Larung Sembonyi ini dengan menceburkan sebuah tumpeng nasi kuning berukuran besar ke laut Selatan Jawa alias Samudra Indonesia. Sebelumnya tetua adat -semuanaya mengenakan pakain adat Jawa- memanjat doa. Dihadapan mereka berhadapan terdapat bakaran kemenyan yang ditancapkan diatas pasir.
Kemudian sebuah perahu nelayan mengantarkan tumpeng raksasa setinggi sekitar satu setengah meter, beserta segenap sesajian lain, ke tengah laut. Ribuan warga Trenggalek, terutama masyarakat nelayan Prigi, serta watulimo dan sekitarnya, menyaksikan dibawahnya "gunungan nasi" itu.
Kamis, September 28, 2006
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar