Rabu, Agustus 15, 2007

Yang Kreatif dan Berkilau


Artikel dari
Majalah Tempo Edisi 23-29 Juli 2007.
Bagus buat percontohan
Semoga bapak- bapak dan ibu- ibu dan segenap warga yang di Ponorogo terisnpirasi, menuju pemerintahan yang bersih, melayani masyarakat dengan sepenuh hati, memajukan perekonomian, pelayanan publik yang bersih dan transparan.

Yang Kreatif dan Berkilau



PARA pegawai negeri telah meninggalkan baju safari cokelat. Di lobi kantor pelayanan umum Jembrana, Bali, penampilan seorang petugas front office mendekati teller sebuah bank. Berseragam rok span dan kacu biru, mereka sigap memeriksa bermacam dokumen. Di bawah pendingin ruangan, orang-orang antre, sesuai dengan nomor urut. Sebuah monitor besar menunjukkan nomor orang yang mendapat giliran.

Di kantor itusebutan resminya Dinas Inyahud: Informasi, Pelayanan Umum, Perhubungan, dan Datasegala jenis izin dan dokumen penting diterbitkan secara terbuka. Semuanya jelas: ongkos, waktu, dan syarat-syarat, tak ada perbedaan antara aturan dan prakteknya. Situs jembarana.go. id memuat detail informasi seputar kabupaten di ujung barat Pulau Bali itu. Izin usaha, misalnya, keluar dalam sepuluh harisepersepuluh rata-rata izin di Indonesia.

Kalau cuma KTP, tiga hari beres, gratis pula, kata Dewa Putu Tilem, Kepala Dinas Inyahud, tiga pekan lalu.

Adalah Prof Dr drg I Gede Winasa, 50 tahun, yang berhasil menyulap Jembrana menjadi kabupaten one stop service. Sebelum sampai sana, prioritas saya menumpas korupsi, kata Winasa, Bupati Jembrana yang kini memasuki jabatan periode kedua. Setelah dilantik pada periode pertama tahun 2000, Winasa mengumpulkan ahli dari Universitas Udayana, tokoh masyarakat, dan LSM untuk minta masukan.

Kesimpulannya: perlu tunjangan bagi semua pegawai, dari eselon II-A, yang dijabat sekretaris daerah, hingga pekerja honorer. Dulu penghasilan diperoleh sembunyi-sembunyi, sekarang legal, kata Winasa. Begitu muncul tunjangan, perlahan-lahan pungutan liar sirna. Butuh dua tahun menumpas penghasilan ilegal itu.

Semuanya diawali dengan kondisi serba sempitserba salah. Winasa mewarisi wilayah berpendapatan cuma Rp 12 miliar dan anggaran (APBD) Rp 269 miliar. Ia berusaha memperbaiki pelayanan publik, tapi dana sebesar itu biasanya habis hanya untuk menutupi kebutuhan rutin. Ia tak berhenti di situ. Langkah pertamanya: menciutkan 13 dinas menjadi tujuh. Dinas yang punya fungsi mirip digabungkan. Inyahud merupakan gabungan tiga instansi. Di luar itu ada juga Dinas Perkutut, yang meliputi pertanian, kehutanan, dan kelautan.

Dari hasil penciutan itu, APBD menghemat Rp 3 miliar setahun. Anggaran proyek disesuaikan dengan harga riil, sehingga separuh dana proyek yang diminta tiap dinas bisa dipangkas. Dana hasil penghematan itu lantas dibelikan premi lewat Jaminan Kesehatan Jembrana. Warga hanya wajib membayar Rp 10 ribu setahun, sedangkan sisanya ditanggung pemerintahdana awalnya Rp 3,3 miliar yang terus naik mencapai Rp 20 miliar.

Beres dengan kesehatan, ia melangkah ke ranah pendidikan. Kali ini dengan subsidi Rp 90 miliar untuk menggratiskan sekolah, dari SD hingga SMU negeri. Belakangan, pajak sawah juga gratis.

Dan Winasa bergerak terus. Untuk mengatasi 2.500 orang angkatan kerja baru yang lahir setiap tahun, ia menggandeng pengusaha hotel dan peternak sapi dari Jepang. Kebetulan ia pernah tinggal di sana pada 1989-1994, sewaktu mengambil pendidikan keahlian di Hiroshima University. Kini sudah 200 lulusan SMU dikirim setelah diberi pelatihan yang ongkosnya dibayar dengan potongan gaji. Mereka rata-rata mengirim Rp 3 juta sebulan kepada keluarga. Meski begitu, masih ada 6.000 orangdari 135 ribu orang angkatan kerjamenganggur.

Jembrana melesat cepat. Sebelumnya, ekonomi Jembrana hanya tumbuh 3-4 persen; sekarang telah bergerak dengan kecepatan 7 persen per tahunmengalahkan daerah lain yang punya anggaran melimpah. Tak aneh, banyak bupati berkunjung ke Jembrana untuk memetik pelajaran. Kini Winasa sedang menularkan kiat-kiatnya kepada istrinya, Ratna Ani Lestari, yang menjadi Bupati Banyuwangi, Jawa Timur.

Jurus jitu yang mirip Jembrana ditempuh Purbalingga. Dengan anggaran hanya Rp 490 miliar, Bupati Triyono Budi Sasongko, 51 tahun, menjadikan kabupaten di barat Jawa Tengah itu loh jinawi. Padahal tak ada retribusi atau kekayaan alam. Purbalingga tak berada di jalur pantai utara Jawa yang ramai. Tapi, di sini tak ada gratisan.

Tak bagus buat mental masyarakat, kata Triyo. Bagi-bagi beras untuk keluarga miskin disiasati dengan program padat karya. Setiap empat jam bekerja membuat infrastruktur umumseperti irigasi atau jembatanupahnya 2,5 kilogram beras.

Awalnya Rp 2 miliar harus keluar dari APBD untuk membeli berasdi samping Rp 491 juta dari sumbangan warga. Belakangan, duit APBD kian susut dan swadaya justru naik. Cara ini ampuh ketika tahun lalu Indonesia dicengkam paceklik. Beras Purbalingga yang tertahan karena kalah oleh beras impor tetap terserap. Petani tak kehilangan pendapatan, orang miskin tetap bisa makan, infrastruktur juga tergarap. Purbalingga memang kreatif, ini pujian Faisal Basri, ekonom Universitas Indonesia.

Di bidang kesehatan, Triyono juga menerapkan premi. Warga kaya diwajibkan membayar Rp 100 ribu setahun, menengah Rp 50 ribu, dan gratis bagi keluarga miskin. Dari 200 ribu keluarga, 70 persen sudah ikut program ini. Triyono tak membuat rumah sakit mewah dengan fasilitas lengkap. Masalah di kabupaten saya soal akses, katanya. Saya pilih mendekatkan pusat kesehatan ke rumah warga. Kini di tiap desa berdiri satu poliklinik dengan satu dokter dan satu bidan.

Sebelum Jembrana terkenal dengan perizinan satu atap, Purbalingga lebih dulu menerapkannya. Sudah 18 pengusaha Korea dan Cina membuka pabrik rambut dan alis palsu di sana. Industri ini menyerap 26 ribu pekerja.

Wig van Purbalingga itu diekspor ke Amerika Serikat, Jepang, Prancis, Korea Selatan, dan Timur Tengah senilai Rp 270 miliar per tahun. Meski sumbangan industri rambut terhadap pendapatan asli daerah (PAD) tak terlalu besar, Triyono tak mempersoalkannya. Ia lebih mencatat manfaatnya. Satu bulan gaji pekerja itu Rp 13,5 miliar, tak sanggup kalau ditanggung pemda, katanya. Ekonomi daerah penghasil knalpot itu pun tumbuh 7 persen per tahun, dengan PAD naik dari Rp 8 miliar pada 2000 menjadi Rp 47 miliar tahun lalu.

Menurut Robert Simanjuntak, ekonom UI yang banyak meneliti daerah, dari 460 wilayah tingkat dua, kabupaten yang punya program bagus tak sampai 10 persen. Padahal daerah itu rata-rata punya kas cekak. Kreativitas para bupatilah, kata Robert, yang membuat daerahnya berkilau di era otonomi selepas krisis ini.

Zaman telah berubah. Kesenjangan antara daerah kaya dan daerah miskin kian lebar. Sebelum otonomi (1 Januari 2001), rasio anggaran daerah terkaya hanya tujuh kali daerah termiskin. Kini 15 kali: APBD kabupaten terkaya di negeri ini mencapai Rp 3,7 triliun, sedangkan termiskin Rp 200 miliar.

Sayangnya, dalam pelbagai penelitiannya, Robert menemukan bahwa daerah kaya cenderung menghamburkan duit bukan untuk sektor layanan publik atau subsidi. Tujuh puluh persen anggaran habis untuk biaya rutin, seperti gaji dan membangun gedung megah, katanya. Ya, modal tanpa kreativitas adalah kesia-siaan.




Jumat, Agustus 10, 2007

Wisata Selo-Ketep-Kopeng

Kemarin hari sbatu tgl 04 Agustus 2007, dapet undangan acara temen Aqiqah anaknya di Sukoharjo. Minggu pagi pas balik ke Semarang rombongan mampir dulu ke jalur wisata andalan

Jawa Tengah : SOLO - SELO - BOROBUDUR

Memang asyik.. sepanjang jalan hawa dingin dan segar pegunungan merbabu dan merapi, kan jalur ini di apit dua gunung tersebut. Hamparan sawah dan kebun sayur sepanjang jalan bikin mata segerrrrrrr tenan.

Jalan sudah bagus mulus dah aspalnya, banyak tempat wisata di jalur ini, gardu pandang, pos pendakian ke Gunung Merapi, Pos Pengamatan Gunung Merapi, Volcano Theatre, Wisata kebun buah terutama Strobery, Tanaman Hias , Candi, air terjun, penginapan lengkap dah.

Cukup satu jalur banyak tempat bisa dikunjungi. Berikut foto fotonya.
Kalo ini dari gardu pandang di New Sela, tuh yang dijuah tampak kaki Gunung Merbabu, puncakknya ketutup kabut.
nih berpose di depan pos pendakian terakhir di Selo, Boyolali.
Nah dikaish nama baru tuh NEW SELA, tulisannya gede gede bisa diliat dari jauh di jlaur Selo - Borobudur. Pas di belakang bangunan ni jalur menuju puncak Merapi. Kalo gak da kabut bakal keliatan tuh G Merapinya pas dibalik kabut .

Gambar Selanjutnya



Nih berfoto sama Allen, kalo gak salah sebut ya.. lupa nanya asalnya juga hehhe... " Allen nice to meet you :-) "













kalo yang ini sama ....... maaf lupa yang aku ingat dia dari France temennya Zidane kali ya...





















kalo ini ulah orang yang tidak bertanggung jawab, aksi corat coret yang gak perlu bikin kotor aja. Nih bukan pecinta alam sejati dah .







Nih pas makan jagung bakar di Ketep, asyik dah dah adem makan jagung bakar hmmm nyam nyam.......










Kalo yang ini...
No comment
dach



Foto foto lainnya liat di Album Photo Taro








Rabu, Agustus 01, 2007

Kasni Gunapati ( mBah Wo Kucing )


Kasni Gunapati
Originally uploaded by jajay

berikut jagoannya must prie :-)

beliau adalah sesepuh warok Ponorogo yang tinggal di Kauman, Sumoroto +/- 5 km arah barat dari kota Ponorogo.

nama lengkapnya Kasni Gunapati. sama mas jajay dinominasikan sebagai tokoh Maestro di Metro TV. YUk dukung bareng bareng....Berhubung ni poto diposting tgl 20 Desember 2006, mungkin mas jajay bisa kasih konfirmasi gimana perkembangan terakir dengan usulan nominasi tokoh Maestro di Metro TV nya ?

Mbah Wo salam kenal, nuwun sewu .... nggih , ki putune jenengan nakal ra kenal karo sesepuhe.
Bener nih saya baru kali ini melihat photonya Mbah Wo Kucing, sang Maestro kita...
padahal jarak rumahnya dengan rumhaku nggak terlalu jauh juga :-(

Sate Ayam Ponorogo


Sate Ayam Ponorogo 2
Originally uploaded by samandiman2007

Ini postingan ke dua tentang Sate Ayam Ponorogo
hmmm.......... gurihnya bikin rindu kampung halaman.

sekaligus ini percobaan upload foto dari flikcr, foto sate ini saya ambil dari accountnya mas samandiman2007, mas samandiman where are you......?

join ke arcc ya.

semoga kedepannya memudahkan kita untuk share foto-foto atau upload artikel di blog ini.

salam
Taro

Rabu, Juni 13, 2007

Sistem Pendidikan No. 1 di Dunia

Artikel bagus, semoga bisa menjadi inspirasi bagi kita semua.
salam sukses,
Taro

KUALITAS PENDIDIKAN TERBAIK DI DUNIA
Oleh: Andri Aji Saputro


Tahukah Anda negara mana yang kualitas pendidikannya menduduki
peringkat pertama di dunia? Kalau Anda tidak tahu, tidak mengapa
karena memang banyak yang tidak tahu bahwa peringkat pertama untuk
kualitas pendidikan adalah Finlandia. Kualitas pendidikan di negara
dengan ibukota Helsinki, ini memang begitu luar biasa sehingga membuat iri semua
guru di seluruh dunia.

Peringkat I dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan hasil survei
internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengan
nama PISA mengukur kemampuan siswa di bidang Sains, Membaca, dan juga
Matematika. Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara akademis tapi
juga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah mental.
Ringkasnya, Finlandia berhasil membuat semua siswanya cerdas. Lantas apa
kuncinya sehingga Finlandia menjadi Top No 1 dunia? Dalam masalah
anggaran pendidikan Finlandia memang sedikit lebih tinggi
dibandingkan rata-rata negara di Eropa tapi masih kalah dengan
beberapa negara lainnya.

Finlandia tidaklah mengenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar,
memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau
memborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia
mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan
negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka
justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea,
ranking kedua setelah Finnlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam
perminggu

Lalu apa dong kuncinya? Ternyata kuncinya memang terletak pada
kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru
dengankualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri
adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima, lebih ketat persaingainnya ketimbang masuk ke fakultas bergengsi lainnya seperti fakultas hukum dan kedokteran! Bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya dipasok oleh
siswa dengan kualitas seadanya dan dididik oleh perguruan tinggi dengan
kualitas seadanya pula.



Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan dan pelatihan guru
yang berkualitas tinggi tak salah jika kemudian mereka dapat menjadi
guru-guru dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka
bebas untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum
yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri. Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajar siswa untuk lolos ujian, ungkap seorang guru di
Finlandia. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur
dengan ujian. Pada usia 18 th siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.

Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK!
Inimembantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia.
Dan kalau mereka bertanggungjawab mereka akan bekeja lebih bebas.Guru tidak harus selalu mengontrol mereka.

Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari
sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak belajar apa-apa kalau kita tinggal menuliskan apa yang dikatakan oleh guru.
Disini guru tidak mengajar dengan metode ceramah, Kata Tuomas Siltala, salah
seorang siswa sekolah menengah. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan, sambungnya.

Siswa yang lambat mendapat dukungan yang intensif. Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses. Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaan antara siswa yang berprestasi baik dan yang buruk dan merupakan yang terbaik menurut OECD.

Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar dan prilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai,umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu;
berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu
untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.

Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka.
Menurut mereka, jika kita mengatakan "Kamu salah" pada siswa, maka hal
tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan
menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan
kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan
nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada
sistem ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap
dirinya masing-masing.

Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir
siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya. Kehebatan sistem
pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi guru yang
tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada
keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Kalau saya gagal dalam
mengajar seorang siswa, kata seorang guru, maka itu berarti ada yang
tidak beres dengan pengajaran saya! Benar-benar ucapan guru yang
sangat bertanggungjawab.

Diambil dari Top of the Class - Fergus Bordewich
Original message: 1001Buku.org




Senin, Juni 04, 2007

Kaos buat milis arcc dan Mediawarok

Temen temen milis arcc berniat bikin kaos , setelah melalui polling design akhirnya terpilihlah design warna biru sebagai pemenangnya.



sedangkan untuk bagian depan tampilannya kayak gini :



untuk model secara keseluruhan seperti ini :



Harga kaos disepakati Rp. 60.000 per kaos, belum termasuk ongkos kirim tapi sudha termasuk Pin dan sticker, dijamin bahan bagus dan kereeeeeeeennnn.
Untuk pemesanan lebih lanjut silakan hubungi :

Mas Andri : suromenggolo_warok@yahoo.com
Taro : taro.netz@gmail.com

Info : kaos untuk umum tidak harus member arcc / mediawarok
kalo belum jadi member untuk kaosnya nggak ada nick name nya, harap maklum.

salam





Rabu, Mei 23, 2007

Cerita Tentang Reog v.3 ( Warok )



Walaupun kisah asal-usul reog pada umumnya tidak menyinggung soal warok, termasuk dalam kisah Kelana Sewandana yang dipilih sebagai dasar penyusunan format pementasan, tim perumus menetapkan keberadaan peran warok dalam pertunjukan reog. Memang benar, masyarakat Ponorogo mengenali adanya kaitan antara reog dan warok. Namun, kaitan tersebut umumnya dipahami sebagai hubungan antara kesenian dan penggemar fanatik atau patronnya. Lain tidak.

Dimasukkannya warok ke dalam struktur pertunjukan reog bisa dipahami sebagai upaya pemerintah setempat menampilkan warok sebagai ciri lain masyarakat setempat. Tapi, dalam hal ini pun terjadi proses seleksi mengenai citra warok seperti apa yang hendak ditampilkan.

Ada perbedaan signifikan antara persepsi masyarakat luas mengenai warok dan gambaran yang ditampilkan pemerintah kabupaten.

Bagi orang kebanyakan di Ponorogo, warok merupakan istilah kategoris yang disandangkan pada orang dengan kualifikasi tertentu, terutama kualifikasi fisik berupa kesaktian atau kekebalan. Mereka mengenakan sebutan warok pada seseorang dengan mempertimbangkan: Apakah dia pernah membunuh seseorang? Apakah dia mempan dibacok? dan sebagainya. Karena warok adalah gelar yang disandangkan masyarakat luas pada seseorang, maka pada dasarnya status kewarokan tidak bisa diklaim oleh diri sendiri, tak satu pun orang di Ponorogo yang menyatakan diri sebagai warok.

Gambaran yang ada di kalangan warga setempat ini berbeda dengan gambaran warok yang dipromosikan pemerintah setempat, yakni orang yang mumpuni dalam olah batin – tidak adigang, adigung, adiguna. Gambaran semcam ini tentu jauh berbeda dengan angan-angan masyarakat luas mengenai ciri-ciri fisik warok.

Mengikuti jalan pikir pemerintah setempat, besar kemungkinan seorang warok tidak berpawakan tinggi, besar, berwajah seram dengan kumis melintang seperti ditengarai orang Ponorogo pada umumnya; melainkan orang yang kurus ceking lantaran sering berpuasa menjauhkan diri dari hawa nafsu duniawi. Anehnya, buku Pedoman Dasar terbitan pemerintah tetap menggunakan gambaran warok versi masyarakat luas sebagai acuan dasar penuangan artistik, sebagaimana tampak dalam hal kostum (telanjang dada, atau kemeja terbuka), rias (kumis dan jenggot palsu, bulu dada, olesan pemerah di pipi, penebalan alis), maupun dalam tata gerak (adegan perkelahian dan latihan bela diri).



Kiranya tidak sukar dipahami bahwa ditetapkannya warok sebagai salah satu jenis peran yang muncul dalam pertunjukan Reyog Ponorogo mengundang berbagai tentangan. Mereka yang mempersoalkan kemunculan warok sebagai salah satu peran pertunjukan reyog kebanyakan mengacu pada kisah asal-usul Reyog Ponorogo dan menegaskan bahwa tak ada satu pun kisah-kisah tersebut yang menyebut warok sebagai salah satu tokoh sejak mula-jadi. Memang benar, dalam masyarakat Ponorogo beredar kisah-kisah heroik tentang kehebatan beberapa orang warok di masa lalu, bahkan salah satu kisah yang sangat populer sering diceritakan kembali dalam kesenian ketoprak. Sebagai contoh, tokoh warok legendaris yang bernama

Warok Suramenggala diyakini sebagai salah satu anak Suryangalam, yang sepeninggal ayahnya bermusuhan dengan kakak kandungnya, yaitu Warok Gunaseca. Namun kebanyakan orang Ponorogo berpendapat bahwa sumber dan periode yang dirujuk oleh kisah asal-usul reyog Ponorogo terpisah dari cerita dan periode kemunculan fenomena warok. Mereka menganggap cerita tentang Suramenggala berbeda satu generasi dengan cerita asal-usul reyog versi Batara Katong, sehingga penggabungan kedua cerita itu dengan menampilkan peran warok dirasa mengacaukan orientasi waktu yang dilukiskan pertunjukan reyog Ponorogo. Lagi pula, pada umumnya pertunjukan reyog di desa-desa memang tidak menampilkan warok sebagai salah satu peran pertunjukan.


Cerita Tentang Reog v.2 ( Klana Sewandana )

Bentuk perbantahan tipikal semacam itu menegaskan bahwa sebenarnya kisah-kisah asal-usul reyog Ponorogo tersebut merupakan tradisi tutur atau verbal arts. Seperti dikemukakan Richard Bauman (1977), tradisi lisan sebenarnya kurang menilai penting ‘kebenaran’ hal yang dinyatakan lewat penuturan. Bobot pernyataan tidak dinilai berdasarkan kebenaran yang diukur dari kesesuaian antara yang dikatakan dengan bukti-bukti empiris.

Dengan kata lain, unsur penutur dan cara penuturannya menjadi lebih penting daripada kebenaran empirik pernyataannya. Oleh karenanya, permasalahan yang berkembang mengenai kisah asal-usul Reyog Ponorogo dapat dipahami sebagai persoalan pengalihan dari wacana lesan menjadi tulisan. Pengalihan tersebut membawa serta pergeseran dari ‘kebenaran’ diskursif yang dinamis menuju ‘kebenaran’ tekstual yang statis.

Format pertunjukan yang disusun tim kerja bentukan pemerintah Kabupaten Ponorogo

disusun berdasarkan kisah tentang Kelana Sewandana yang muncul baik dalam versi Bantarangin maupun dalam versi Batara Katong.


Salah satu bentuk ‘pembakuan’ yang problematis adalah kehadiran tokoh Kelana Sewandana sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam pertunjukan Reyog Ponorogo. Pertunjukan reyog di desa-desa seringkali tidak menampilkan peran Kelana Sewandana, bahkan banyak kelompok reyog di wilayah Kabupaten Ponorogo tidak memiliki pemain pemeran tokoh ini. Hasil wawancara dengan sejumlah praktisi kesenian rakyat ini mengesankan bahwa sebenarnya bagi kebanyakan kelompok reyog setempat kehadiran Kelana Sewandana bukan keharusan. Seorang mantan aktivis reyog di desa Sawoo berusia sekitar 70 tahun menuturkan bahwa pada tahun 1950-an kelompoknya kadang-kadang menampilkan Kelana Sewandana. Dituturkan pula bahwa pemeran Kelana Sewandana desa tersebut sering menyisipkan tembang jenis palaran dalam pementasan. Namun, ketika pemeran tersebut meninggal dunia, cukup lama kelompok reyog desa Sawoo tersebut tidak menampilkan peran raja Bantarangin tersebut. Baru pada akhir tahun 1990-an, setelah di desa Sawoo ada seorang pemuda yang menempuh pendidikan tari di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta, Surabaya, maka kelompok reyog desa tersebut memiliki pemeran Kelana Sewandana lagi. Kelangkaan pemeran tokoh Kelana Sewandana merupakan hal yang lumrah dalam lingkungan kelompok reyog desa di Ponorogo. Langkanya pemeran Kelana Sewandana sering dijelaskan sebagai akibat dari tuntutan teknis tari yang tinggi bagi pemeran tokoh ini. Asumsi semacam ini diperkuat oleh kenyataan bahwa sebagian besar pemeran Kelana Sewandana yang ada di wilayah Kabupaten Ponorogo adalah mereka yang pernah mengenyam pendidikan tari; baik di pendidikan formal maupun di sanggar-sanggar tari di dalam atau luar kabupaten.


Dewasa ini, meskipun terdapat semakin banyak orang yang dapat memerankan Kelana Sewandana, kemunculan tokoh raja Bantarangin ini dalam pertunjukan di desa-desa pun masih relatif jarang. Pengamatan di lapangan menunjukkan adanya kecenderungan penari pemeran Kelana Sewandana hanya muncul secara terbatas pada acara-acara tanggapan yang bersifat formal, misalnya pada acara perkawinan. Pada acara-acara yang bersifat komunal dan kurang formal, misalnya bersih desa atau kaulan nadar, umumnya tokoh raja Bantarangin ini tidak ditampilkan.

Cerita Tentang Reog v.1

Pingin tahu sejarah Reog, berikut saya coba rangkum dari artikel belajar blogspot

Lisan ke Tulisan: Kisah Asal-usul
Persoalan pilihan juga terjadi dalam hal kisah asal-usul dan bentuk pertunjukan reyog. Di kalangan masyarakat dan pelaku reyog di Ponorogo beredar berbagai versi cerita asal-usul kesenian tersebut. Begitu pula di sana juga terdapat sejumlah variasi pertunjukan reyog. Dengan demikian muncul persoalan: cerita asal-usul mana yang akan dipakai sebagai landasan penentuan reyog sebagai identitas lokal? Reyog macam apa yang dipilih?

Secara garisa besar, di Ponorogo paling tidak dikenal 3 (tiga) versi utama kisah asal-usul Reyog Ponorogo, yitu :

Versi Bantarangin, Versi Ki Ageng Kutu Suryangalam, dan Versi Batara Katong.

Versi Bantarangin menyebut empat peran dalam reyog: seorang raja kerajaan Bantarangin bernama Kelana Sewandana, Patihnya yang bernama Bujang Ganong, sekelompok prajurit kavaleri kerajaan Bantarangin, dan Singa Barong penguasa hutan Lodaya.

Sementara itu, versi Ki Ageng Kutu Suryangalam hanya mengenal tiga peran: Bujang Ganong, sekelompok pasukan berkuda, dan Singa Barong. Dalam hal jumlah dan identitas peran dalam reyog Ponorogo versi Batara Katong sebenarnya tidak berbeda dari versi Bantarangin.

Versi Batara Katong juga mengenal keempat peran di atas. Namun, berbeda dari versi Bantarangin, versi Batara Katong memahami ke empat peran dalam reyog tersebut sebagai rekaan Ki Ageng Mirah – salah seorang pengikut Batara Katong – dalam upayanya menyebarkan agama islam di kalangan masyarakat Ponorogo pada abad XV (menjelang runtuhnya Majapahit).

Untuk mengatasi persoalan seperti itu pada bulan September 1992 pihak pemerintah kabupaten setempat membentuk sebuah tim kerja yang bertugas mempersiapkan sebuah naskah yang memuat aspek sejarah, kisah asal-usul, serta aspek filosofis kesenian rakyat tersebut; serta menguraikan tata rias dan busana, musik, peralatan, dan aspek koreografinya.
Tim tersebut beranggotakan para seniman reyog Ponorogo, tokoh masyarakat, dan pejabat pemerintahan kabupaten. Hasil kerja tim tersebut berupa naskah berjudul Pembakuan Kesenian Reok Ponorogo Dalam Rangka Kelestarian Budaya Bangsa (Soemardi, 1992), yang dipresentasikan dalam sebuah saresehan di Pendapa Kabupaten Ponorogo, 24 Nopember 1992.

Setelah mengalami sejumlah revisi, pada tahun 1993 naskah tersebut diterbitkan oleh pemerintah daerah setempat dalam bentuk buku berjudul Pedoman Dasar Reyog Ponorogo Dalam Pentas Budaya Bangsa. Revisi terpenting dilakukan pada unsur sejarah dan legenda asal-usul. Semula naskah Pembakuan hanya mencantumkan satu varian dari versi Bantarangin.

Dalam buku Pedoman Dasar dimuat ketiga versi utama kisah asal-usul reyog Ponorogo dan ditempatkan secara kronologis.
Versi Bantarangin yang merujuk pada jaman kerajaan Kediri (abad XI) dianggap sebagai versi tertua diletakkan pada bagian paling awal,
disusul oleh versi Ki Ageng Kutu Suryangalam yang merujuk pada masa pemerintahan Bhre Krtabumi di Majapahit (abad XV),
dan diakhiri oleh versi Batara Katong yang merujuk pada penyebaran agama Islam di wilayah Ponorogo pada abad XV pula (ditandai dengan dikalahkannya Ki Ageng Kutu Suryangalam yang beragama Budo oleh Batara Katong yang beragama Islam).

Dengan cara pandang seperti itu, pemerintah setempat menempatkan versi Batara Katong sebagai bentuk perkembangan terakhir, dan mendudukkan upaya pemerintah setempat di akhir abad XX sebagai kelanjutannya.

Bisa diperkirakan bahwa persoalan kisah asal-usul reyog Ponorogo ini mengundang perbantahan di kalangan pelaku kesenian tersebut. Sejumlah tokoh masyarakat dan praktisi reyog yang hadir dalam saresehan pada waktu itu menceritakan kembali bagaimana suasana pertemuan tersebut berubah menjadi arena perdebatan yang sengit antara pihak-pihak yang bersikukuh pada ‘kebenaran’ kisah yang diyakininya.

Sebuah bentuk argumentasi tipikal dalam perdebatan mengenai ‘kebenaran’ kisah asal-usul Reyog Ponorogo adalah pertanyaan mengenai ketuaan periode sejarah yang dirujuk oleh masing-masing cerita. Pertanyaan semacam ini biasanya diajukan untuk mengklaim bahwa versi yang merujuk pada periode sejarah yang lebih tua dianggap lebih otentik. Memakai tolok ukur serupa itu, maka versi Bantarangin yang merujuk pada abad XI (masa kerajaan Kediri) dipandang sebagai kisah yang lebih otentik. Namun, klaim serupa itu mendapat tantangan dari pihak lain yang menggunakan tolok ukur ‘kebenaran’ berbeda.

Sekedar sebagai contoh, mereka yang tidak sepakat dengan versi Bantarangin, meragukan kebenaran versi Bantarangin karena terdapat kejanggalan antara gelar yang disandang oleh guru dari raja Bantarangin (Kelana Sewandana), yakni Sunan - yang bernuansa Islam, dengan periode sejarah yang dirujuknya, yaitu jaman kerajaan Kediri yang Hindu.

Dalam perbantahan semacam itu ‘kebenaran’ juga sering ditegakkan dengan cara menemukan kesesuaian antara nama-nama yang disebutkan dalam cerita dengan kondisi alam suatu daerah. Contohnya, orang menanggapi nama Bantarangin sebagai kerata basa dan menafsirkannya sebagai petunjuk mengenai sebuah lokasi di mana angin bertiup dengan kencang (Jawa: banter). Penafsiran semacam itu kemudian dicocokkan dengan kondisi alam daerah Sumoroto yang diyakini sebagai lokasi kerajaan Bantarangin. Bahkan nama Sumoroto pun juga ditafsir sebagai petunjuk mengenai daerah yang datar (Jawa: rata).


Sekelumit Cerita Tentang Warok

Artikel sumbangan dari Mas Andri,


Ponorogo identik dengan reognya. Reog bahkan sudah terkenal di dunia, sejak beberapa lama. Kelompok reog, memang tumbuh dan berkembang di mana-mana sebagai kesenian rakyat. Dari cerita tentang reog, baik yang dibicarakan secara terbuka maupun bisik-bisik, muncul pertanyaan. Apa yang menyebabkan seseorang mampu mengangkat dhadhak merak seberat 50 kilogram? Padahal, hanya dengan menggigitnya. Kekuatan gaib apa yang merasuk ke dalamnya?
Ada kekuatan yang tiba-tiba, ketika gigi manusia kuat mengangkat dhadhak merak seberat 50 kilogram. Orang biasa, tentu tidak kuat. Padahal, ia mengangkatnya sambil menari-nari. Pertanyaan ini masih terus berkembang, ketika kesenian reog dari Ponorogo ini ditampilkan. Pada tahun 1486, hutan dibabat atas perintah Bethara Katong. Bukannya tanpa rintangan. Banyak gangguan dari berbagai pihak, termasuk makhluk halus, datang. Namun, karena bantuan warok dan para prajurit Wengker, akhirnya pekerjaan membabat hutan itu lancar.



Lantas, bangunan-bangunan didirikan. Penduduk berdatangan. Setelah menjadi sebuah kadipaten, Bethara Katong kemudian memboyong permaisurinya, yakni Niken Sulastri. Sedang adiknya, Suromenggolo, tetap di tempatnya yakni di Dusun Ngampel. Oleh Katong, daerah yang baru saja dibangun itu diberi nama Prana Raga. Akhirnya, dikenal dengan nama Ponorogo.

Katong sadar ada kesenian yang bisa dikembangkan sebagai media penyebarluasan dakwah. Maka, pada tahun itu pula ia memasukkan seuntai tasbih di ujung paruh burung merak. Namun, kesenian ini sempat surut pada zaman Belanda dan Jepang.
Menurut penjelasan Sugiarso, yang menulis Sejarah Budaya Ponorogo (Penerbit Reksa Budaya, Ponorogo, 2003), pada waktu itu Belanda dan Jepang merasa direpotkan oleh kerumunan massa.
Mereka sangat takut, sehingga sempat surut karena ada larangan penjajah. Namun, semangat masyarakat tak surut.

Bahkan setelah kemerdekaan reog tidak lantas mati, justru tumbuh subur. Bahkan, sampai sekarang ini setiap Grebeg Suro yang jatuh pada 1 Muharam, reog selalu menjadi daya tarik utama. Dalam acara itu juga diadakan upacara larung risalah doa yang diadakan di Telaga Ngebel. Telaga ini terletak sekitar 24 kilometer arah timur laut Ponorogo. Berada pada ketinggian 734 meter di atas permukaan laut. Udaranya sejuk, dan di telaga itu banyak durian, nangka dan manggis bisa diperoleh.

Selain reog, ternyata warok juga sangat dominan di Ponorogo. Warok merupakan warisan budaya leluhur yang berkembang turun-temurun dan menjadi satu penyangga keutuhan daerah Ponorogo sejak masa lalu. Tak bisa dipungkiri, memang terjadi aneka ragam penafsiran mengenai warok.

Hampir tidak ada kepastian yang bisa mengklaim kebenaran seiring dengan perkembangan budaya. Namun, akhirnya pasti akan ditemukan sintesa dari kesamaan maksud atas makna yang berkembang itu. Apalagi warok sudah ada sejak zaman Wengker Kuno. Sejak runtuhnya Kerajaan Medang Prabu Darmawangsa Teguh, muncul kerajaan baru. Misalnya Kerajaan Wengker di Gunung Lawu dan Gunung Wilis.

Kerajaan Wengker didirikan Ketut Wijaya. Ia memang tidak ada hubungannya dengan Raden Wijaya pendiri Majapahit itu. Ketut Wijaya sering dikatakan mempunyai cara hidup seperti rahib Buddha, yang ditandai dengan laku membujang, memiskinkan diri dan ahimsa. Perilaku raja ini memperoleh respons dari pengikutnya dan berkembang ke masyarakat.

Raja ini juga mengangkat punggawa dan prajurit yang diambil dari pemuda-pemuda dan warok. Namun, tahun 1035 Kerajaan Wengker ini dikuasai Airlangga dan namanya diubah menjadi Kahuripan. Meski begitu, para warok tetap melanjutkan kehidupan sucinya. Sebagian ada yang menjadi penguasa lokal, yang dipercaya raja untuk mengendalikan wilayahnya.


Cikal bakal warok, berkesinambungan lagi setelah masa akhir Majapahit, sekitar 1450. Pada waktu itu Prabu Brawijaya V mempercayakan Ki Demang Suryonggalam untuk menjaga bekas Kerajaan Wengker. Ki Demang adalah kerabat sang prabu dan merupakan pemimpin warok. Kemudian sang demang menghimpun para warok untuk digembleng menjadi perwira tangguh. Momentum inilah, yang sering dikatakan sebagai cikal bakal eksistensi warok tahap kedua.

Para warok lebih eksis lagi setelah Bethara Katong mengambil alih kekuasaan Demang Suryangalam. Lantas mendirikan Ponorogo, dan memberi kedudukan yang istimewa pada para warok. Katong tahu, warok-warok itu punya kultur Hindu Buddha. Namun mereka sangat dipercaya masyarakatnya. Sementara Katong sendiri beragama Islam. Maka, terjadilah akulturasi budaya yang cantik antara Hindu Buddha dan Islam. Sejak Bethara Katong itulah posisi warok sangat istimewa di kalangan masyarakat.


Jumat, Maret 02, 2007

WNI 18 Tahun ke Atas Wajib Latihan Militer

Belum jaid undang undang, masih tahap penyusunan...
tapi kalo memang dibutuhkan siap aja nih bela negara, tapi dengan penduduk sebanyak ini apa nggak boros borosin anggaran negara ya...
lagian kan di Indonesia banyak jawara, paranormal, kan mereka mengklaim kebla senjata, punya pasukan jin dllll................ nah mending yang kayak gini aja yang diberdayakan, wajib ikut latihan militer .


SUARA PEMBARUAN DAILY
WNI 18 Tahun ke Atas Wajib Latihan Militer

Latar belakang Dephan menyusun naskah RUU Komponen
Cadangan berdasarkan amanat UU No 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara, yang antara lain
menyatakan, dalam menghadapi ancaman ditempatkan TNI
sebagai komponen utama, selanjutnya komponen
cadangan dan pendukung. (Sekretaris Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan (Dephan), Laksamana Pertama Fadjar Sampurno)

[JAKARTA] Semua Warga Negara Indonesia (WNI) yang berumur 18 tahun ke atas dan sudah mempunyai pekerjaan tetap, wajib mengikuti latihan militer.
Sedangkan WNI 18 tahun ke atas tapi belum mempunyai pekerjaan tetap, apalagi belum bekerja, tidak diwajibkan ikut.



Demikian sebagian inti naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Komponen Cadangan yang disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Departemen Pertahanan (Dephan) Laksamana Pertama Fadjar Sampurno kepada Pembaruan, Selasa (27/2), di Jakarta.

Dia menjelaskan, latar belakang Dephan menyusun naskah RUU itu berdasarkan amanat UU No 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, yang antara lain menyatakan, dalam menghadapi ancaman ditempatkan TNI sebagai komponen utama, selanjutnya komponen
cadangan dan pendukung. "Keberadaan komponen pendukung sangat penting, apalagi untuk ke depan," katanya.

Fadjar menguraikan, latihan militer (wamil) untuk warga negara dibagi atas dua bagian, yakni latihan dasar kemiliteran selama 30 hari untuk tahun pertama. Di tahun kedua, diselenggarakan latihan penyegaran, juga selama 30 hari.

Latihan dasar kemiliteran, tuturnya, seperti cara menggunakan senjata, menembak taktis, meluputkan diri dan kawan serta mengelabui musuh.

Biaya latihan selama 30 hari untuk setiap orang dianggarkan dana Rp 30 juta.
"Jadi untuk 30 hari pertama dan kedua setiap orang menghabiskan dana Rp 60 juta. Dana tersebut berasal dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara),"
katanya.

Perincian dana Rp 30 juta itu, antara lain,
empat pasang sepatu, baju dan celana, senjata serta amunisi, makanan, tenaga medis, asuransi kesehatan, obat-obatan serta honor untuk pelatih.
"Yang melatih adalah anggota TNI," tambahnya.

Untuk pasukan cadangan di darat, lanjutnya, dibutuhkan warga negara yang berumur 18 sampai 35 tahun. Untuk pilot dibutuhkan, mereka yang berusia 25 sampai 40 tahun. Untuk nakhoda kapal berusia 40 sampai 45 tahun tahun.
Sedangkan untuk tenaga ahli bisa berumur 30 sampai 60 tahun.

"Untuk pilot, nahkoda jelas kita ambil memang mereka-mereka yang pekerjaannya seperti itu. Kita hanya latih mereka untuk menghadapi situasi perang," jelasnya.


Bukan Adopsi

Menurut Fadjar, konsep tersebut merupakan gagasan Dephan, bukan adopsi darik konsep negara lain. "Konsep kami jelas beda dengan negara lain, seperti AS atau Singapura, karena kondisi kita dengan mereka beda," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Badan Pengurus Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), M Patra Zen mengatakan, yang harus dijelaskan Dephan adalah seberapa tinggi ancaman terhadap Indonesia saat ini dan ke depan (Pembaruan 26/2).

"Apakah dalam menghadapi ancaman itu harus dihadapi banyak orang terlatih?
Atau bukankah dengan penguasaan peralatan canggih, seperti pesawat tempur dan alat pendukung lainnya?" kata Patra.

Dia meragukan adanya ancaman dari negara lain untuk Indonesia, dan kalaupun ada ancaman paling efektif dihadapi dengan peralatan tempur yang memadai.
Ketua Majelis Anggota Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Hendardi mengatakan, ide RUU Komponen Cadangan, yang berisi antara lain, wajib militer untuk semua warga negara Indonsia harus ditolak. Sebab, untuk membahas dan membuat UU seperti itu banyak menghabiskan anggaran negara.

Menurut dia, yang membuat masyarakat Indonesia tidak aman sekarang ini adalah karena konflik horizontal dan maraknya peredaran senjata api. [E-8]

Senin, Januari 22, 2007

Larungan di Danau Ngebel

Sebelum Dilarung, Diarak Keliling Telaga
sekilas info :
Berhubung team yang meliput Larungan terlambat, jadinya pas sampai di Ngebel upacara sudah selesai tapi sebagai obat rindu rekan rekan berikut foto Danau Ngebel setelah larungan kemarin tgl,20 Januari 2007.(Foto by Mr. Rahmat, thanks bro! )
Free Image Hosting at www.ImageShack.us Free Image Hosting at www.ImageShack.us Free Image Hosting at www.ImageShack.us Free Image Hosting at www.ImageShack.us
nah kalo yang dibawah ini anggota team liputan he he he...
dari kiri ke kanan: Rahmat,Bagus, Atun , Ms. Errine, Wawan, Sugi-Ono, Must Prie
Free Image Hosting at www.ImageShack.us

Larung Risalah di Ngebel Dipadati Ribuan Warga
PONOROGO - Gong acara tradisi Grebeg Suro di Ponorogo berupa larung risalah doa, kemarin digelar. Prosesi yang dilakukan di telaga Ngebel ini dipadati ribuan warga baik dari dalam maupun luar kota Ponorogo. Mereka ingin menyaksikan proses larungan yang diawali dengan membawa tumpeng raksasa keliling pinggir telaga sejauh 5 kilometer.

Sejak pagi, dua pintu masuk telaga Ngebel sudah dipenuhi deretan kendaraan roda dua maupun rombongan dengan mobil. Kendaraan menuju lokasi acara, tepatnya di dekat lapangan, tampak membentuk iring-iringan seperti ular. Cuaca mendung sebelum acara dimulai, bahkan sempat turun hujan gerimis sejak pukul 10.00 WIB, tak menyurutkan niat pengunjung.



Beruntung, sekitar pukul 12.00 WIB hujan mulai reda dan prosesi upacara segara dimulai. Iring-iringan gamelan gending Jawa mewarnai acara sakral tersebut. Selanjutnya, seorang petugas khusus yang mendapat mandat untuk membawa risalah doa segera maju ke arena persis di depan pintu paseban pinggir telaga.

Sementara tumpeng raksasa setinggi 2 meter ikut mendampinginya sebelum diarak keliling telaga. Setelah satu jam lebih, mengelilingi telaga, tumpeng beserta risalah doa tadi dibawa perlahan-lahan ke arah telaga. Hujan gerimis yang mulai turun lagi tidak menghambat acara yang dipenuhi penonton ini.

Sarkun, 48 tahun yang selama ini selalu menjadi langganan untuk menenggelamkan tumpeng sudah siap dengan tugasnya. Setelah melakukan doa, dia membawa tumpeng ke tengah telaga dengan perahu getek. Perlahan-lahan tumpeng pun tenggelam ke dasar telaga. "Dengan larung risalah ini diharapkan semoga apa yang kita kerjakan bisa diridloi Allah SWT. Termasuk untuk objek wisata Ngebel ini tentunya," kata Luhur Karsanto, Ketua Grebeg Suro dan Festival Reyog Nasional (FRN) XIII tahun 2007. (tya)

Rabu, Januari 17, 2007

Grebeg Suro & Festival Reog Nasional XIII

Gong Grebeg Suro Ditabuh

PONOROGO - Grebeg Suro memang identik dengan Ponorogo. Kemarin, gong Grebeg Suro dan Festival Reyog Nasional (FRN) XIII, ditabuh. Berbagai atraksi dan tarian tradisional serta pesta kembang api, menandai berlangsungnya agenda tahunan yang dibuka langsung staf ahli Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Bidang Multikultural, Fadjria Novara Manan di panggung utama Alun-alun Ponorogo.

Sejumlah tari-tarian yang menggambarkan tentang khasanah budaya Kota Reog mengawali acara pembukaan di atas panggung raksasa yang sengaja di desain begitu spektakuler. Dalam acara untuk menyambut tahun baru Islam 1 Muharam 1427 Hijriah tersebut, puluhan penari unjuk kebolehan. Yang menarik, hampir semuanya adalah kreasi seniman asli Ponorogo.


Seperti dikatakan Luhur Karsanto, Ketua panitia Grebeg Suro dan FRN XIII, acara ini bukan sekadar hiburan msyarakat. Tapi juga untuk promosi pengenalan objek wisata budaya, wisata alam dan religi. "Tentunya semuanya ini juga diharapkan bisa memberikan kontribusi pendapatan bagi masyarakat dan pendapatan asli daerah," kata Luhur dalam sambutannya.

Grebeg Suro dan FRN XIII dengan mengambil tema "Dengan Perayaan Grebeg Suro 2007 dan Festival Reyog Nasional ke XIII Kita Tingkatkan Persatuan dan Kesatuan Demi Terwujudnya Masyarakat Ponorogo Mukti Wibowo," berlangsung mulai 3 sampai 28 Januari 2007. Disamping berbagai kegiatan yang saat ini berlangsung seperti istighotsah, simaan Alquran, MTQ, lomba kerawitan, pemilihan duta wisata Kakang-Senduk, pameran bunga, festival musik, juga road race. Sementara acara puncak berupa kirab pusaka dan larung risalah di telaga Ngebel, juga menjadi andalan dalam rangkaian acara Grebeg Suro. Sedangkan 31 grup reog dari berbagai daerah se-Indonesia ikut meramaikan dalam FRN XIII, seperti dari Lampung, Muara Enim, Tanjung Pinang, Balikpapan, Gunung Kidul, Magelang, Kediri, Surabaya dan tuan rumah Ponorogo sebanyak 13 grup.

Selanjutnya, acara pembukaan dilakukan Fadjria Novara Manan dengan mengayunkan Pecut Samandiman, sebagai pertanda dibukanya Grebeg Suro dan FRN XIII. "Kita harapkan acara ini bisa ditingkatkan lagi untuk tahun-tahun mendatang. Karena ini aset budaya bangsa," kata Fadjria.

Sedangkan Bupati Muhadi Suyono mengatakan kegiatan ini dapat diselenggarakan walaupun akhir-akhir ini bangsa Indonesia sering dilanda musibah di berbagai daerah. "Semoga duka dan derita itu segera berlalu dan semoga Allah SWT selalu dapat memberikan kekuatan," kata bupati. Puncak acara pembukaan kemarin ditampilkan tiga grup reog. (tya)

Jumat, Januari 05, 2007

Aneh, SE Bupati Ada Dua Versi

Jumat, 05 Jan 2007
PONOROGO - Diduga lantaran amburadulnya sistem administrasi, Surat Edaran (SE) Bupati Ponorogo tentang pemakaian baju khas warok ternyata ada dua versi. Jika sebelumnya menyebutkan bahwa himbauan kepada semua pihak untuk memakai baju khas Ponorogo mulai tanggal 2 Januari, ternyata ada surat lain yang diterima sejumlah instansi dan dinas mulai tangal 8 Januari. Sehingga wajar saja jika terkesan tidak diindahkan.


Melihat kenyataan ini, beberapa dinas sempat kaget. Bahkan, Gunardi, Kepala Dinas Pariwisata kemarin langsung melakukan klarifikasi dengan SE Nomor 003.1/963/405/2006 tertanggal 22 Desember 2006 yang berlaku efektif sejak tanggal 2 Januari. "Itu kabar dari mana. Karena sesuai surat yang kita terima mulai efektif tanggal 8 Januari," ungkapnya.
Karena sudah ada bukti yang dikirimkan ke sejumlah instansi, akhirnya siang harinya Gunardi langsung melakukan cross check. Hasilnya, ada kesalahan teknis yang terjadi hingga muncul dua surat. Sayang dia tidak menyebutkan bentuk kesalahan tersebut.

Begitu juga ketika koran ini berpapasan dengan Sujarno, Asisten Administrasi Sekkab saat sidak di lapangan Bonrojo kemarin. "Saya juga kaget, kok ada SE Bupati soal pemakaian baju warok mulai tanggal 2 Januari. Padahal yang benar itu 8 Januari," tegas Sujarno yang juga Ketua PB Pelti Ponorogo ini. Yang jelas, SE Bupati yang menyebutkan pemakaian baju warok dalam rangka perayaan Grebeg Suro tahun 2007 diberlakukan mulai tanggal 2 Januari hingga 20 januari sudah mulai beredar. Bahkan beberapa instansi swasta juga telah menerimanya. Kendati sebelumnya, Sekkab Luhur Karsanto secara tersirat mengatakan bahwa untuk kalangan di lingkungan pemerintahan mulai efektif minggu depan.
Sementara sosialisasi pemakaian baju warok sudah mulai terlihat. Seperti dilakukan petugas SPBU di Asem Buntung, hampir semuanya memakai baju khas hitam-hitam di padu kaos lorek di dalamnya saat melakukan aktivitasnya. (tya)


Baru Sehari Diduduki, Kursi Kadiknas Digoyang

Jumat, 05 Jan 2007
PONOROGO - Belum ada sehari menduduki jabatan Kepala Dinas Pendidikan (Kadiknas) Ponorogo, posisi Dwikora Meinanda sudah digoyang. Lantaran, status Dwikora yang sebelumnya sebagai pejabat fungsionl yakni Kepala Sekolah (Kepsek) di SMK dengan mudah melimpah ke jabatan struktural menduduki sebagai kadiknas. Beberapa persyaratan yang telah digariskan dalam Permendagri Nomor 5 tahun 2005, ditengarai juga belum terpenuhi semuanya.

Kritikan tajam kemarin diungkapkan Tabris Thaib, Ketua LSM Bhakti Nusantara setelah ada mutasi baik eselon II dan III di lingkungan Pemkab Ponorogo. "Khususnya jabatan Kadiknas yang sudah terisi, saya melihat bupati telah melecehkan Kepmendagri Nomor 5 tahun 2005 yang mengatur tentang pedoman penilaian calon sekkab dan pejabat struktural eselon II," kata Tabris, kemarin.

Mestinya, lanjut dia, Bupati lebih jeli ketika akan mengisi jabatan di eselon II termasuk pergerakan gerbang mutasi yang tidak asal-asalan. "Apakah bupati belum melihat secara utuh peraturan tersebut atau bagaimana, ini yang perlu kita pertanyakan," ungkap pensiunan PNS ini.
Menurut dia, sesuai beberapa pasal yang tersirat dalam permendagri tersebut sudah jelas persyaratan yang harus dimiliki seorang calon pejabat yang akan menduduki jabatan di tingkat eselon II. Salah satunya, calon pejabat struktural eselon II sekurang-kurangnya pernah menduduki 2 jabatan struktural eseloan III yang berbeda. "Nah, saya ingin tanya, apakah saudara Dwikora sudah pernah menduduki yang dimaksud," tegasnya.
Demikian juga terkait dengan pedoman penilaian calon pejabat struktural eselon II, terutama menyangkut riwayat dan relevansi jabatan pada unit organisasi yang berbeda, juga sempat diungkit. Tabris menduga dari empat jabatan yang pernah di duduki, kemungkinan belum pernah dilakukan. Begitu juga pendidikan dan pelatihan kepemimpinan yang didasarkan pada diklat kepemimpinan, kemungkinan masih nol. "Ini yang perlu kita cross check," tukasnya.
Mutasi eselon II dan III kemarin lusa langsung dilakukan Bupati Muhadi Suyono. Selain melakukan perpindahan pejabat dengan maksud penyegran juga promosi dan mengisi jabatan yang kosong. Termasuk jabatan kadiknas yang sebelumnya di pegang Sujono yang sudah memasuki usia pensiun.

Sedangkan Sutiyas Hadi Riyanto, ketua Komisi D DPRD setempat justru berseberangan dengan Tabris. "Saya justru salut dengan mutasi kali ini. Terutama pengisian jabatan kadiknas yang benar-benar sudah memenuhi syarat," ungkapnya bersayap. Kurang jelas, apakah ungkapan anggota FPDIP ini ada muatan politis atau sekadar sindiran saja. (tya)

Wisata Danau Ngebel Part II

di depan Danau
Free Image Hosting at www.ImageShack.us diatas perahu Free Image Hosting at www.ImageShack.us Free Image Hosting at www.ImageShack.us
Nih gambar lanjutannya ,

Free Image Hosting at www.ImageShack.us Free Image Hosting at www.ImageShack.us Free Image Hosting at www.ImageShack.us
kalo yang ini dah di taman Alun alun
Free Image Hosting at www.ImageShack.us Free Image Hosting at www.ImageShack.us Free Image Hosting at www.ImageShack.us


Kesan di sana seh ,udaranya sejuk dan segarrr... pa lagi airnya mak nyus seger tenan.
masih orisinil belum banyak bangunan di sekitarnya, pa lagi hotel/penginapan kayaknya belum ada, jalan menuju ke Ngebel sempit dan berliku - liku, jadi bagi yang belum pernah ke sana harap hati - hati banyak tikungan tajam.

Suasana yang tenang, adem dan seger sayangnya terganggu ulah pengunjung yang kebanyakan pemuda , bergerombol di warung warung kopi yang banyak tersebar di sekelililng danau yang kurang bersahabat, banyak yang sering godain pengunjung yang jalan-jalan. Pernah aku ke Masjid mau sholat eh di kamar mandi dan tempat wudhunya di tongkrongin gerombolan pemuda yang berwajah seram seram, nggak ramah blass pegang toples diisi uang seribuan, dah paham kan maksud mereka..?
cukup bilang mas... sambil ketok2 toples dah dapet uang...
nih belum lagi kalo di jalan, banyak yang ngebut pakai motor, dah tahu daerah wisata masih aja ngebut.. jadinya nggak nyaman banget kesimpulannya.
so.. bagi yang mau ke sana saran nih, jangan berduaan, bawa rombongan dan kalo bisa ada cowoknya biar mereka agak ragu kalo mau godain or ngerjain pengunjung terutama wanita.

Kamis, Januari 04, 2007

Wisata Danau Ngebel

Nih gambar terakhir yang akau ambil pas liburan akhir tahun bersama keluarga.
nih foto danaunya pas mau naik perahu.. liat airnya, tenang dan indah yaa.....

kalo yang ini dah di atas perahu












Rabu, Januari 03, 2007

Antisipasi Longsor Jalur Ponorogo-Pacitan

Rabu, 03 Jan 2007

Tahun 2006 Ada 88 Titik RawanPACITAN -
Menghadapi musim penghujan, jalur utama Pacitan-Ponorogo merupakan jalur rawan longsor. Untuk itu, Badan Pemeliharaan Jalan (BPJ) Pacitan, sudah melakukan berbagai antisipasi di titik-titik rawan. "Kita sudah mempersiapkan peralatan berat dan melakukan koordinasi dengan dinas terkait maupun polsek setempat," kata Darno, Kepala Seksi Jalan BPJ Pacitan, kemarin.


Sebagai ilustrasi, Darno memaparkan, musim penghujan tahun lalu di jalur tersebut terdapat sekitar 88 titik longsoran. Kondisi itu tidak saja menghambat arus lalu lintas atau pun membahayakan pengguna jalan. Namun, juga memerlukan penanganan serius dan dukungan anggaran yang tidak sedikit. "Untuk menangani gunturan tahun lalu mengeluarkan anggaran dana sekitar Rp 153 juta," imbuh Darno.

Tahun ini, menurutnya, jumlah gunturan di titik rawan bisa bertambah banyak lagi. Pertimbangannya, musim kemarau yang cukup panjang, konstruksi tanah (tebing pinggir jalan bekas pengeprasan) dan prediksi hujan deras pada bulan Januari-Februari. Dijelaskan, banyaknya gunturan di jalur tersebut disebabkan beberapa hal.

Selain tingkat kemiringan tebing, juga akibat pengeprasan tebing dilakukan dengan cara peledakan. Sehingga, membuat kontruksi tanah tebing terjadi perubahan, yakni pori-pori tanah membesar. Jika kena air, akan memicu terjadinya longsoran. "Memang, peledakan merupakan cara mengepras tebing yang kondisinya tanahnya cukup keras seperti di Pacitan."

Lebih lanjut, Darno mengungkapkan, saat ini, pihaknya sudah mendeteksi adanya gunturan di ruas 066,2 tepatnya di KM 248+200 di Desa Ngreco, Kecamatan Tegalombo.

Karena itu, bagi pengguna jalan perlu waspada jika melewati ruas jalan tersebut. Sedangkan empat titik rawan longsor, masing-masing di KMS Baya 230+700, 232+700, KM 239+300 dan KM 242+750, sudah ditangani semua. (wit)



Tiga Tahun Listrik Tak Menyala, Lapor Polisi

Sabtu, 30 Des 2006
PONOROGO - Puluhan warga Wates, Slahung, Ponorogo, kemarin nggerudug mapolres setempat. Mereka mengadukan kasus penerangan listrik di desanya yang tak kunjung menyala. Padahal, 112 kepala keluarga (KK) dari dua dusun di Wates itu telah membayar biaya pemasangan sejumlah Rp 1,6 juta. "Sudah tiga tahun lalu lunas," terang Mismo, mewakili warga yang lain.


Para calon pelanggan PLN yang kecewa itu sempat mengutarakan kekesalannya ke panitia dan instalatir CV SJ. Sesuai janji, bila biaya pemasangan yang diangsur tiga kali itu telah lunas, maka listrik segera menyala. "Belakangan, kami disuruh membayar biaya tambahan. Semuanya menolak, ini sudah termasuk penipuan" ungkap Supri, warga Wates lainnya.

Tak lagi sabar menunggu datangnya penerangan listrik selama tiga tahun, warga akhirnya memilih jalur hukum. Berlarut-larutnya kasus listrik itu juga memunculkan praduga buruk ke panitia. Warga mempersoalkan seretnya dana yang masuk ke CV. "Kami mengangsur tiga kali, tapi pembayaran ke CV dilakukan sepuluh kali," urainya.

Hanya saja, warga Dusun Joso dan Bedok itu mengaku tak memiliki akses informasi apakah namanya sudah masuk daftar di PLN hingga sewaktu-waktu listrik di rumah mereka dapat menyala. Yang terang, dengan membayar Rp 1,6 juta itu, baru instalatir yang terpasang. "Kalau hanya sambungan kabel, mau diapakan. Terpaksa nyalur listrik ke rumah yang lain," ungkapnya.

Kapolres Ponorogo AKBP Mukhlis AS melalui Kasat Reskrim AKP Edi Susanto membenarkan telah menerima pengaduan warga Wates tersebut. Sejumlah perwakilan warga kemarin juga langsung dimintai keterangan penyidik. Polisi juga akan memeriksa pihak terkait, mulai panitia sampai ke pihak instalatir. "Lihat dulu perkembangannya dari hasil pemeriksaan nanti," kata Edi saat ditanya langkah penyidik dalam menangani kasus ini. (hw)

Dana Kunker Jadi Sorotan

Terkait Pembahasan Draf RAPBD 2007, PAN Beri Warning PONOROGO - Di tengah pembahasan draf RAPBD 2007 Kabupaten Ponorogo yang saat ini sedang digodok di legislatif, DPD Partai Amanat Nasional (PAN) memberikan warning. Terutama menyangkut pos anggaran yang dianggap kurang memihak rakyat dan terkesan terlalu menggelembung. Tak segan-segan, partai berlambang matahari terbit ini juga sempat menyinggung anggaran perjalanan kunjungan kerja (kunker) DPRD yang dipandang masih sangat besar.


"Masukan ini sekaligus refleksi akhir tahun agar pembahasan RAPBD 2007 lebih efesien dan tidak terkesan menghamburkan uang rakyat," kata Agus Mustofa Latif, Ketua DPD PAN Ponorogo, kepada koran ini, kemarin.

Menurutnya, baik legislatif maupun eksekutif harus cermat untuk mengalokasikan anggaran yang telah ada di Dana Alokasi Umum (DAU). Terutama anggaran belanja, jangan sampai ada kesan aji mumpung dengan tetap memberikan porsi rata baik untuk di wilayah kota maupun pedesaan. "Pengalaman yang lalu bisa menjadikan cermin agar pembengunan tidak sampai njomplang," tegasnya.

Begitu pula alokasi anggaran perjalanan dinas eksekutif, kata dia, harus sewajar mungkin. Lebih jauh, Agus juga sempat menyindir perjalanan dinas kunker DPRD Ponorogo yang konon untuk tahun 2006 saja sebesar Rp 5 miliar. Kendati saat ini dewan telah diberi anggaran tersendiri, namun dipandang sangat besar. "Apa harus sebesar itu," jelasnya.

Untuk itu, lanjut dia,, dia akan memerintahkan anggota PAN di legislatif agar lebih mencermati alokasi dana kunker, apakah sudah realitis atau belum. "Akan lebih bermanfaat jika dikurangi dan dialihkan untuk kepentingan masyarakat secara nyata," tutur Agus

Secara terpisah, Sunarto, koordinator Mitra Sosial mengaku prihatin jika dewan masih saja mempertahankan besaran dana kunker untuk tahun 2007 seperti tahun sebelumnya. "Jujur saja, kalau selama ini dewan sering melakukan kunker, lalu mana hasilnya? Apa sudah dilakukan sosialisasi pada rakyat," ungkapnya. Dia sangat setuju jika anggaran kunker yang sudah dilakukan selama ini, bisa dipublikasikan penggunaannya. Kendati nantinya tetap dilakukan audit oleh BPK. "Sekarang pertanyaannya, berani nggak dewan memperinci anggaran yang sudah dipakai itu langsung pada publik?" tukas Sunarto. (tya)

Jefri; Siswa SDN di Ponorogo yang Dicukur Ramai-Ramai, Bagaimana Kondisinya?

Sabtu, 30 Des 2006.
Sebelumnya Dikenal Periang, Sering Jawab Tidak Tahu Kasus Muhammad Jefri, siswa kelas IV SDN 1 Desa Bajang, Kecamatan Mlarak, Kabupaten Ponorogo yang dicukur ramai-ramai oleh teman sekelas atas perintah oknum gurunya, dipandang kebablasan. Pemerhati anak-anak dan perempuan, termasuk ahli psikolog menilai, kondisi Jefri mengalami neorotik atau depresi berat. Benarkah cara tersebut dipandang sebagai bentuk pendidikan terhadap anak?

BUDI SEYAWAN, Ponorogo
RUMAH yang menghadap ke selatan di barat perempatan Desa Bajang, Kecamatan Mlarak, siang itu, terlihat sepi. Sebuah huller keliling parkir di depan rumah tanpa ada aktivitas. Begitu menginjakkan kaki di teras rumah, beberapa kali diketok tidak ada yang membukkan pintu.

Selang beberapa saat, seorang tetangga muncul sambil mengendong anaknya menyapa kedatangan koran ini. "Cari siapa Mas," katanya penuh keramahan ala pedesaan. Setelah mengutarakan maksud kedatangan untuk menemui Mochammad Jefri yang menjadi korban arogansi oknum guru kelas, tak beberapa lama nama yang dimaksud muncul. Masih mengenakan pakaian seragam merah putih, dia langsung duduk di kursi untuk menerima kedatangan koran ini. Saat itu, wajah Jefri tampak pucat ketakutan. Matanya terlihat merah serta di kepalanya masih terlihat bekas bekas hukuman cukur yang dijatuhkan sang guru dan sejumlah teman sekelasnya.

Didampingi beberapa anggota Komite Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA) dan Forum Lintas Pelaku (FLP) serta psikolog dari RSUD dr Harjono, rombongan juga disambut seorang perempuan yang memasuki usia senja bernama Sumi. Dengan tergopoh gopoh nenek Jefri tersebut langsung memberikan sambutan dengan mengulurkan tangannya yang terlihat keriput dan gemetar sembari mempersilahkan duduk diteras rumahnya serta mempertanyakan kedatangan kami, "Wonten perlu menapa (ada keperluan apa, red)?" ujar Sumi pelan.

Jefri, anak bungsu pasangan Purnomo-Sunarsih menjadi perhatian sejumlah elemen masyarakat setelah hasil pemeriksaan psikolog, ia diduga menderita depresi. Itu dialami setelah dia dicukur ramai-ramai temannya atas perintah guru berinisial DA lantaran ketahuan main biliar kendati di luar jam pelajaran. Padahal, kesalahan yang dilakukan Jefri, dinilai masih wajar. Selayaknya dilakukan anak seusianya karena terdorong rasa keingintahuan hal yang baru dan perkembangan paradigma masyarakat.

Psikolog RSUD Dr Harjono, Rahmadi Sularsoni, setengah berbasa-basi dan menanyakan pola makan sehari-hari untuk menghibur Jefri. Dari jawaban bocah yang sebelumnya dikenal periang itu jelas terlihat masih mengalami trauma berat pasca-hukuman tersebut. Tak jarang, seluruh pertanyaan yang dilontarkan rombongan dijawab dengan kalimat ’tidak tahu’. "Hal ini membuktikan bahwa Jefri mengalami gangguan neorotik. Jika dibiarkan akan berdampak buruk pada kondisi kejiwaanya," jelas dokter Soni, panggilan akrab Rahmadi.Usaha untuk melontarkan pertanyaan kepada Jefri akhirnya kandas. Ini setelah bocah 11 tahun yang kini berubah murung dan menutup diri itu, Jefri langsung beranjak pergi. Ketika dibujuk untuk menemui lagi, dia terlihat enggan. "Biarkan saja, jangan dipaksakan," jelasnya.

Menurut Soni, perlu ada langkah persuasif untuk mengembalikan perkembangan mentalnya. "Minimal, bagaimana dia tidak takut lagi menghadapi perempuan sebaya gurunya atau juga teman-temannya," ungkapnya.Sementara, menurut Indri, aktivis dari KPPA Ponorogo, mengatakan apupun alasannya menghukum siswa bahkan memerintahkan murid lain untuk "menggunduli" rambut jelas dinilai salah dan sangat tidak mendidik. "Selain itu, model hukuman semacam ini juga bisa berdampak buruk pada perkembangan kejiwaan sang anak yang dihukum serta anak-anak lainnya," tegas Indri. Mestinya, guru harus bisa memberikan sanksi dalam bentuk peringatan. Bukan malah "mencederai" mental anak yang dipandang masih belum tegar ketika menghadapi permasalahan. Apalagi, jika merasa bersalah di hadapan teman-temannya. "Kalau teman-temannya ikut menghukum, itu dirasakan ada kesalahan yang berlipat-lipat atas perilaku yang dilakukan," ungkapnya. Dia berharap agar kasus ini bisa menjadi pelajaran para tenaga pendidik lain agar tidak sembarangan menerapkan hukuman yang bisa membahayakan mental anak didik. ***

Selasa, Januari 02, 2007

Selamat Tahun Baru 2007




(KapanLagi.com)


Segenap team corat coret mediawarok, mengucapakan :

"SELAMAT TAHUN BARU 2007"

Semoga tahun ini kita bisa menjadi lebih baik , amien